- See more at: http://www.ngeblognews.com/2012/02/cara-memasang-meta-tag-super-seo-di.html#sthash.vunxQAi1.dpuf Media Sosial dan Wajah Politik ~ KEMBUL SWARA MUDA

Jumat, 26 Juli 2013

Media Sosial dan Wajah Politik


Senin, 16 Mei 2011
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bangga, rakyat Indonesia merupakan pengguna Twitter terbesar ketiga di dunia dan pengguna Facebook tertinggi kedua di dunia. Pernyataan Presiden RI tersebut disampaikan di acara Overseas Private Investment Corporation (OPIC) di Jakarta, Rabu (4/5). Melalui Facebook, Twitter, dan media sosial lainnya, masyarakat Indonesia kini terkoneksi sebagai suatu jejaring (network).

Tapscott (2006) mengidentifikasi arti penting masyarakat yang terkoneksi pada era teknologi digital. Menurut Tapscott, koneksi pada era digital akan menghasilkan unit-unit komunikasi yang memiliki potensi untuk mengorganisasi diri sendiri. Bahkan, apabila unit-unit yang mengorganisasi diri sendiri itu berkolaborasi secara massal, ia menjadi jejaring masyarakat (network society) yang berkuasa membuat perubahan. Jejaring masyarakat dapat menjadi media politik untuk mencapai tujuan (Castell, 2010).
Apa konsekuensi keberadaan media sosial, apabila mampu berfungsi sebagai media politik bagi anggotanya? Castell menyebutkan, munculnya pesan-pesan politik (melalui media sosial) yang lebih personal untuk mengungkap perilaku politik para pemimpin publik. Unit-unit yang mengorganisasi diri di media sosial menyebarkan informasi mengenai perilaku para pemimpin politik. Bahkan, media sosial dapat menjadi sumber informasi bagi media tradisional, seperti surat kabar dan majalah, mengenai perilaku politik yang salah (wrong doing).
Data perilaku politikus di Indonesia, yang menggunakan media sosial, belum banyak dieksploitasi oleh para peneliti. Sedikit informasi mengenai perilaku politikus dalam bermedia sosial disampaikan oleh sekelompok peneliti yang tergabung dalam Uvolution Indonesia (Maret, 2011). Kelompok peneliti itu mewawancarai 53 anggota DPR, sebagai data sampel 560 anggota DPR 2009-2014. Dari data sampel, didapatkan anggota DPR memiliki akun media sosial Facebook (71,7%) dan Twitter (25,6%).
Data sampel penelitian menunjukkan anggota DPR bermedia sosial. Namun, data penggunaan media sosial anggota DPR belum menggambarkan anggota DPR sebagai unit-unit komunikasi yang mampu mengorganisasi diri untuk kepentingan yang mewakili publik. Pesan-pesan di media sosial mengenai perilaku politik, anggota dewan, cenderung belum favourable di mata publik.
Sebutlah beberapa, misalnya kegiatan studi banding ke luar negeri, yang dilakukan anggota DPR, dipersepsikan publik sebagai kegiatan tidak efektif dan boros. Anggota dewan juga pernah dijadikan bulan-bulanan oleh anggota jejaring sosial karena ditengarai mengunduh dengan sengaja gambar porno di ruangan rapat parlemen.
Anggota DPR kini tidak dapat menghindar sebagai bagian wajah politik Indonesia yang kian terpersonalisasi. Anggota parlemen kini menjadi subjek pengawasan (surveillance) dari publik, yang mampu mengorganisasi dirinya melalui teknologi informasi. Publik kini sebagai aktor pengawas pemimpin politik seperti anggota DPR.
Dalam kondisi menguatnya penggunaan media sosial di Indonesia, sebagaimana dikemukakan oleh Presiden SBY, dan pengawasan publik melalui media sosial kepada para pemimpin politik, anggota DPR dituntut menjadi aktor politik yang mampu berjejaring sosial di tingkat dunia. Anggota DPR dapat menjadi wakil publik Indonesia yang tidak hanya membawa pesan golongannya, namun sebagai bagian dari jejaring aktor-aktor politik tingkat dunia, untuk mendorong governance yang diidamkan masyarakat dunia. Semoga. ***

Agustian Budi Prasetya
Direktur Akbar Tandjung Institute 
www. suarakarya-online.com

0 komentar:

>