- See more at: http://www.ngeblognews.com/2012/02/cara-memasang-meta-tag-super-seo-di.html#sthash.vunxQAi1.dpuf Juli 2013 ~ KEMBUL SWARA MUDA
  • Enter Slide 1 Title Here

Jumat, 26 Juli 2013

Media Cetak Harus Jalin Komunikasi Agar Eksis | Investor Daily

Media Cetak Harus Jalin Komunikasi Agar Eksis | Investor Daily

JAKARTA- Peneliti dari Akbar Tandjung Institute Agustian Budi Prasetya mengatakan, media cetak, khususnya surat kabar, harus menjalin komunikasi aktif dengan pembacanya agar tetap eksis dan berkembang.

"Komunikasi antara media cetak dan pembaca dijalin melalui penyajian informasi dan pengetahuan secara komprehensif kepada para pembacanya," kata Agustian Budi Prasetya, di Jakarta, Selasa (18/1).

Menurut dia, saat ini masih banyak media cetak yang hanya mempertahankan eksistensi pembacanya tanpa membangun komunikasi.

Namun demikian, Agustian memperkirakan, media cetak khususnya surat kabar akan tetap eksis karena memiliki pembaca fanatik, meskipun saat ini sudah berkembang media interaktif digital berbasis internet.

"Untuk mempertahankan eksistensi penerbitan media cetak, maka harus terus berevolusi seiring perkembangan teknologi," kata Agustian.

Riset mengenai eksistensi media cetak tersebut merupakan hasil penelitian Agustian Budi Prasetya pada sejumlah surat kabar di Jakarta untuk disertasinya pada program doktor komunikasi di Universitas Indonesia (UI).

Agustian Budi Prasetya meraih gelar doktor dengan predikat sangat memuaskan setelah lulus pada ujian terbuka dengan mempertahankan disertasinya yang berjudul "Pembelajaran Organisasional Perusahaan-perusahaan Penerbit Suratkabar: Analisis Karakteristik-karakteristik Dominan Pembelajaran Organisasional, Diferensiasi- Integrasi Struktural, dan Kompetensi di Perusahaan-perusahaan Penerbit Suratkabar Harian di Jakarta" di hadapan tim penguji, para gurubesar FISIP UI, di Kampus UI Depok, Senin (17/1).

Tim penguji yang memberi nilai sangat memuaskan adalah Eko Prasodjo (ketua) dan anggota tim penguji terdiri dari Azhar Kasim, Sudarsono Harjosoekarto, Andre Wahyudiatmoko, dan Budiarto Soebroto.

Hadir pada ujian terbuka promosi doktor tersebut, para pengusaha pemilik sejumlah media, antara lain, Aburizal Bakrie, mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung, mantan Dubes Indonesia di Brazil Ibrahim Ambong, sejumlah anggota DPR RI, para politisi serta peneliti.

Agustian yang juga dosen pascasarjana Fakultas Pendidikan Universitas Pelita Harapan Jakarta ini menyarankan, media cetak agar tetap eksis dan berkembang harus memiliki kelebihan-kelebihan yang bisa ditularkan ke media jenis lain.

"Media cetak khususnya suratkabar tidak akan punah. Pembaca tradisional akan tetap membaca media cetak karena bisa menampung informasi yang lebih padat," katanya. (ant/hrb)

Pers Tradisional dan Talenta Komunikasi Publik

Rabu, 9 Februari 2011
Jajak pendapat Kompas menyajikan data, hampir 100 persen responden menggunakan media sebagai rujukan mencari berita atau informasi (Kompas, 7 Februari 2011). Media yang dirujuk publik untuk mendapatkan informasi adalah media cetak, media televisi (TV), radio, atau lazim disebut media tradisional. Apa makna dari kepercayaan publik terhadap media tradisional ini?

Teknologi informasi dan komunikasi makin canggih sehingga publik dapat mengetahui pemberitaan atau suatu peristiwa makin cepat. Publik memercayai media tradisional dapat memberikan informasi yang kredibel. Meskipun ada beberapa media yang ditengarai berorientasi komersial dalam penyajiannya, namun media tradisional tetap mendapat tempat sebagai rujukan utama.
Kemajuan teknologi komunikasi juga menyediakan rujukan informasi dari media sosial. Di luar informasi yang disediakan media tradisional, publik kini mengakses informasi melalui media sosial, seperti Facebook dan Twitter.
Jumlah pengguna Facebook di Indonesia lebih dari 12 juta (November 2009). Sementara pengguna Twitter di seluruh dunia mencapai 175 juta (September 2010). Apabila mengikuti persentase yang dilansir Sycomos bahwa 2,34 persen pengguna Twitter berdomisili di Indonesia, maka negara kita menyumbang paling tidak 3 juta pengguna Twitter.
Permasalahan yang perlu menjadi perhatian kita bersama adalah kualitas informasi yang disajikan oleh media tradisional dan media sosial ini. Kualitas informasi yang disediakan media tradisional dan media sosial akan memengaruhi pemahaman publik (public comprehension) tentang ketepatan, akurasi, kebenaran suatu informasi.
Jika sekarang ini kita merasakan perlunya informasi yang berkualitas, talenta berkomunikasi publik perlu didorong, baik melalui media tradisional maupun media sosial. Talenta publik untuk mengemukakan berbagai pemahaman mengenai realitas atas suatu peristiwa merupakan aset yang tak berbilang harganya. Hari Pers Nasional 9 Februari 2011 ini dapat menjadi momentum memberdayakan (deploy) talenta publik untuk berkomunikasi.
Oleh karena itu, pers tradisional pantas berbagi variasi pemahaman dengan media sosial kita. Melengkapi rujukan informasi yang ada di media sosial adalah posisi strategis bagi pers tradisional. Dengan demikian, pers tradisional dapat mengelola talenta berkomunikasi publik, di tengah kepercayaan publik untuk mendapatkan rujukan kebenaran dan keakuratan informasi dari pers tradisional.
Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers menjamin peran pers nasional dalam memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mengembangkan pendapat umum, melakukan pengawasan yang berkaitan dengan kepentingan umum, dan memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Apabila terjadi kebuntuan komunikasi elite politik di wilayah yang menyangkut kepentingan umum, kiranya pers dapat menjalankan peran utamanya: memenuhi hak publik untuk mengetahui, plus membangkitkan talenta berkomunikasi jutaan rakyat Indonesia untuk masa depan Indonesia yang lebih baik lagi. Dirgahayu Pers Nasional, 9 Februari 2011.***

Agustian Budi Prasetya
Direktur Akbar Tandjung Institute,
Pengurus DPP Partai Golkar Bidang Kajian Kebijakan
 

Media Sosial dan Wajah Politik


Senin, 16 Mei 2011
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bangga, rakyat Indonesia merupakan pengguna Twitter terbesar ketiga di dunia dan pengguna Facebook tertinggi kedua di dunia. Pernyataan Presiden RI tersebut disampaikan di acara Overseas Private Investment Corporation (OPIC) di Jakarta, Rabu (4/5). Melalui Facebook, Twitter, dan media sosial lainnya, masyarakat Indonesia kini terkoneksi sebagai suatu jejaring (network).

Tapscott (2006) mengidentifikasi arti penting masyarakat yang terkoneksi pada era teknologi digital. Menurut Tapscott, koneksi pada era digital akan menghasilkan unit-unit komunikasi yang memiliki potensi untuk mengorganisasi diri sendiri. Bahkan, apabila unit-unit yang mengorganisasi diri sendiri itu berkolaborasi secara massal, ia menjadi jejaring masyarakat (network society) yang berkuasa membuat perubahan. Jejaring masyarakat dapat menjadi media politik untuk mencapai tujuan (Castell, 2010).
Apa konsekuensi keberadaan media sosial, apabila mampu berfungsi sebagai media politik bagi anggotanya? Castell menyebutkan, munculnya pesan-pesan politik (melalui media sosial) yang lebih personal untuk mengungkap perilaku politik para pemimpin publik. Unit-unit yang mengorganisasi diri di media sosial menyebarkan informasi mengenai perilaku para pemimpin politik. Bahkan, media sosial dapat menjadi sumber informasi bagi media tradisional, seperti surat kabar dan majalah, mengenai perilaku politik yang salah (wrong doing).
Data perilaku politikus di Indonesia, yang menggunakan media sosial, belum banyak dieksploitasi oleh para peneliti. Sedikit informasi mengenai perilaku politikus dalam bermedia sosial disampaikan oleh sekelompok peneliti yang tergabung dalam Uvolution Indonesia (Maret, 2011). Kelompok peneliti itu mewawancarai 53 anggota DPR, sebagai data sampel 560 anggota DPR 2009-2014. Dari data sampel, didapatkan anggota DPR memiliki akun media sosial Facebook (71,7%) dan Twitter (25,6%).
Data sampel penelitian menunjukkan anggota DPR bermedia sosial. Namun, data penggunaan media sosial anggota DPR belum menggambarkan anggota DPR sebagai unit-unit komunikasi yang mampu mengorganisasi diri untuk kepentingan yang mewakili publik. Pesan-pesan di media sosial mengenai perilaku politik, anggota dewan, cenderung belum favourable di mata publik.
Sebutlah beberapa, misalnya kegiatan studi banding ke luar negeri, yang dilakukan anggota DPR, dipersepsikan publik sebagai kegiatan tidak efektif dan boros. Anggota dewan juga pernah dijadikan bulan-bulanan oleh anggota jejaring sosial karena ditengarai mengunduh dengan sengaja gambar porno di ruangan rapat parlemen.
Anggota DPR kini tidak dapat menghindar sebagai bagian wajah politik Indonesia yang kian terpersonalisasi. Anggota parlemen kini menjadi subjek pengawasan (surveillance) dari publik, yang mampu mengorganisasi dirinya melalui teknologi informasi. Publik kini sebagai aktor pengawas pemimpin politik seperti anggota DPR.
Dalam kondisi menguatnya penggunaan media sosial di Indonesia, sebagaimana dikemukakan oleh Presiden SBY, dan pengawasan publik melalui media sosial kepada para pemimpin politik, anggota DPR dituntut menjadi aktor politik yang mampu berjejaring sosial di tingkat dunia. Anggota DPR dapat menjadi wakil publik Indonesia yang tidak hanya membawa pesan golongannya, namun sebagai bagian dari jejaring aktor-aktor politik tingkat dunia, untuk mendorong governance yang diidamkan masyarakat dunia. Semoga. ***

Agustian Budi Prasetya
Direktur Akbar Tandjung Institute 
www. suarakarya-online.com

Senin, 01 Juli 2013

Seminar Nasional " REPOSISI KERATON SURAKARTA UNTUK MASYARAKAT ?"


Ungkapan tentang nasib Keraton Surakarta Adiningrat, yang menyatakan bahwa kelak wilayah kekuasaannya menjadi kari sak grakking atau sak megaring payung (hanya selebar payung mekar) , memang mewujud setelah Indonesia merdeka. Penghapusan wilayah kekuasaan Keraton Kasunanan Surakarta Adiningrat sebagai swapraja atau vorstenlanden menjadi penanda hilangnya kekuasaan riel Sri Susuhunan Paku Buwono XII (PB XII) menjadi pengampu kebudayaan di sekitar istana.

Pasca mangkatnya PB XII Keraton Surakarta Adiningrat, keraton meninggalkan warisan budaya dalam bentuk asset tangible dan intangible yang hingga saat ini  yang maslahatnya perlu menjadi perhatian segenap pemangku kepentingan budaya dan sejarah bangsa.  Oleh karena itu, yayasan Warna Warni Indonesia (WWI) dan Fakultas Sastra Sejarah UNS  berinisiatif untuk mengadakan seminar nasional  mendiskusikan posisi asset budaya dan sejarah  Keraton Surakarta untuk masyarakat, di dalam era pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia , belajar dari rentetan sejarah keberadaan Keraton Surakarta dari masa kolonial hingga mangkatnya PB XII  di era reformasi.

Output dan Outcome
Output seminar nasional  ini, diharapkan:
1.         Menampung masukan, kritik dan saran sehingga segenap pemangku kepentingan khususnya pemerintah dapat memposisikan Keraton untuk masyarakat.
2.       Mengungkap  kajian akademis sejarah keberadaan keraton  dan kontrak politik sejak berdiri sejak 1705  di masa PB I hingga PB XII.
3.       Memperkaya khasanah penulisan mengenai Keraton Surakarta yang direncanakan  diterbitkan oleh Yayasan Warna Warni Indonesia, sehingga  dapat disebarluaskan sebagai pengetahuan yang dapat menumbuhkan cara pandang objektif terhadap Keraton Surakarta.
4.      Memperkuat karakter bangsa yang  menghargai sejarahnya, bukan bangsa yang a-historis

Outcome yang diharapkan adalah edukasi  masyarakat untuk meneguhkan  paradigma baru tentang  Keraton sebagai milik masyarakat atau warisan bersama milik bangsa. Dengan demikian  Keraton adalah  bagian dari  upaya pemelihara asset  budaya, baik yang tangible maupun intangible, untuk  terus dikembangkan menjadi asset wisata yang bernilai tinggi.

 Rabu, 3 Juli 2013
08.00 sd 12.00 WIB
FSSR UNS
>